Ancaman Pidana 2 (dua) tahun Penjara Menanti Jika Debitur Sengaja Mengalihkan Obyek Jaminan Fidusia
Oleh : PRAYOGO LAKSONO (Praktisi Hukum)
“ Seluruh Informasi yang disajikan Penulis Semata – Mata untuk tujuan Kajian Hukum Melalui Pendekatan Normatif dan Bersifat Umum”
Bisnis otomotif menjadi salah satu sektor yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Nasional, tentunya seiring hal tersebut kebutuhan konsumen akan fasilitas Keuangan yang difasilitasi oleh Lembaga jasa Keuangan sangat dibutuhkan, disisi lain mudahnya syarat pencairan Fasilitas kredit Keuangan terkadang menimbulkan dampak potensi pelanggaran hukum, Pertumbuhan atau perkembangan ekonomi membawa bangsa indonesia semakin meningkat dalam kebutuhan akan kendaraan bermotor sebagai mobilitas dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan akan kendaraan bermotor, baik roda empat maupun roda dua bahkan alat berat atau alat-alat elektronik yang merupakan kebutuhan sekunder maupun tersier semakin meningkat (Acuviarta and Permana 2023) Kebutuhan ini membutuhkan dana yang besar, sementara masyarakat kurang mampu untuk membayar tunai (cash) sehingga membuat masyarakat mencari jalan dengan cara meminta bantuan lembaga Keuangan tunai (cash) untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara kredit.(Marpaung and Hasibuan 2019).
Fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 adalah istilah “Penyerahan Hak Milik secara Kepercayaan Secara hukum, sedangkan penggelapan fidusia adalah tindak pidana serius karena melanggar Pasal 36 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yaitu Perbuatan Debitur (Pemegang Unit Kendaraan) yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan objek jaminan tanpa izin tertulis dari kreditur (Leasing atau Lembaga Keuangan), dapat dijerat pidana penjara dan denda, Karena Hak kreditur tetap melekat pada objek fidusia, sehingga mereka berhak mengeksekusi meskipun objek sudah berpindah tangan, Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak, yang diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk menjamin pelunasan utangnya. Dalam jaminan fidusia, benda yang dijadikan jaminan tetap berada dalam penguasaan debitur, namun hak kepemilikannya beralih kepada kreditur sebagai jaminan.
Pengalihan objek jaminan fidusia sering terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai hukum dan anggapan bahwa jaminan fidusia hanya terkait hukum perdata, Fidusia menurut Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia Pasal 1 ayat (1) adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda jelas merupakan suatu tindak pidana, dimana dalam kasus fidusia ini dapat dikenakan ketentuan pidana pada pasal 36 Undang undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi:
“Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Fidusia, yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).” Unsur-unsur pokok dari tindak pidana tersebut dapat saja dikaitkan dengan pasal 372 KUHP seperti unsur-unsur objektifnya yaitu perbuatan memiliki, sesuatu benda, yang berada dalam kekuasaan nya bukan karena kejahatan, dimana benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain yang dibuktikan telah beralihnya hak kepemilikan atas objek jaminan fidusia, dan unsur subjektifnya yaitu dengan sengaja melawan hukum, Tetapi yang menjadi dasar hukum kepolisian yang utama yaitu menggunakan pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, adalah adanya asas Lex specialis derogat legi generalis yaitu hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum, Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Fidusia berbunyi:
"Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia." Seseorang yang dengan sengaja menggelapkan, mengalihkan atau menggadaikan kepada pihak lain objek jaminan fidusia maka orang tersebut bisa dikatakan telah melakukan tindak pidana dan bisa dipidanakan, dengan syarat memenuhi unsur-unsur pidana, supaya pelaku dapat dituntut berdasarkan ketentuan pasal ini. Unsur tersebut yaitu: 1) Pemberi Fidusia, yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan.
2) Benda Objek Fidusia 3) Tanpa persetujuan tertulis 4) Penerima Fidusia. Apabila keempat unsur ini terpenuhi, maka pelaku dapat dikenakan hukum penjara dan denda. Hukuman penjara paling lama 2 tahun dan dendanya paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah);
Penulis berpendapat Permasalahan tentang Fidusia ini harusnya menjadi perhatian lebih bagi pemerintah dengan membuat Regulasi baru, demi menjamin Kesehatan dan keberlangsungan usaha lembaga Keuangan, karena Industri Keuangan berperan penting untuk menjadi penggerak ekonomi yang nyata di berbagai lapisan Masyarakat, selain itu Penulis Mengapresiasi Aparat Penegak Hukum baik Kepolisian Republik Indonesia,Polisi Militer, Kejaksaan, Oditur Militer maupun Lembaga Peradilan di lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Militer sangat Responsif dalam menangani Perkara Pidana Fidusia, Penulis melakukan penelusuran Beberapa kasus pengalihan obyek jaminan Fidusia yang telah diputus oleh pengadilan, diantaranya :
Putusan PENGADILAN MILITER III 13 MADIUN Nomor 19 -K/PM.III-13/AD/ IV/2024, Tanggal 13 Juni 2024, Jo. Putusan PENGADILAN MILITER TINGGI III Surabaya Nomor 75 -K/PMT.III/BDG/AD/VI/2024,Tanggal 17 Juli 2024, Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1728 K/Pid.Sus/2014,Tanggal 4 Juni 2015, Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 109 K/PID.SUS/2019, Tanggal 21 Maret 2019 dan Putusan PENGADILAN MILITER II 11 Yogyakarta Nomor 4 -K/PM.II-11/AD/I/2023,Tanggal 13 Maret 2023, Perkara Pidana Fidusia yang telah diputus oleh Lembaga peradilan Adalah wujud dari keseriusan pemerintah terhadap Penegakan Hukum;
Sumber Informasi Hukum :
Gea, A. Y. (2025). Analisis Konflik Pengaturan Tindak Pidana Penggelapan Objek Fidusia dalam UU Fidusia dan KUHP. Jurnal Hukum Lex Generalis, 6(7). https://doi.org/10.56370/jhlg.v6i7.1701
Marpaung and Hasibuan 2019
Pasal 36 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia: Melarang pemberi fidusia (debitur) mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang dijaminkan tanpa persetujuan tertulis dari penerima fidusia (kreditur) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Pasal 372 KUHP (Penggelapan): Perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai penggelapan karena adanya penyalahgunaan kepercayaan yang timbul dari perjanjian fidusia.
Pasal 1 ayat (1) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda
Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Fidusia UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.
Direktori Putusan Mahkamah Agung: Putusan PENGADILAN MILITER III 13 Madiun Nomor 19 -K/PM.III-13/AD/ IV/2024, Tanggal 13 Juni 2024, Jo. Putusan PENGADILAN MILITER TINGGI III SURABAYA Nomor 75 -K/PMT.III/BDG/AD/VI/2024,Tanggal 17 Juli 2024, Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1728 K/Pid.Sus/2014,Tanggal 4 Juni 2015 dan Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 109 K/PID.SUS/2019, Tanggal 21 Maret 2019;
"Rdks"

Komentar
Posting Komentar